kiri: Iwan (34), kanan: akses jalan dari Senayan City menuju lapak pemulung. (Foto: Annisa Riris/UNJ)
JAKARTA - Kota Jakarta terkenal dengan segala bangunannya yang mengangkasa. Tetapi, Ibu Kota kita tercinta ini sebenarnya menyimpan banyak rahasia.
Di bilangan Senayan, kita bisa menemukan sebuah rahasia yang menggambarkan kota Jakarta dari dua sisi. Di sepanjang jalan kawasan elit Ibu Kota ini, parade bangunan pusat perbelanjaan menjadi pemandangan sehari-hari; sebut saja Senayan City, Plaza Senayan, dan Senayan Trade Center. Kita juga bisa menjumpai sejumlah gedung perkuliahan yang tidak kalah mewah, kampus Bina Nusantara Internasional, dan bersebelahan dengan Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) atau UPDM(B).
Namun siapa sangka, tidak jauh dari bangunan-bangunan megah tersebut, hadir sebuah kehidupan yang sangat berbeda dari yang tampak di muka. Banyak pemulung yang mengadu nasib di Jakarta, bersisian dengan kehidupan Senayan yang selalu terlihat "wah".
Kontradiksi kehidupan menghiasi hiruk pikuk seputaran Senayan setiap harinya. Kita tidak mengira akan menemukan profesi yang terkesan sangat berkelas bawah ini di antara mereka yang berdasi dan menenteng gadget mewah. Tidak hanya menjadi rahasia, fenomena ini juga mengandung masalah.
Siang itu Iwan berjalan memanggul karung dan menenteng tongkat untuk memulung. Pria asli Cianjur ini nekat mengadu nasib di Jakarta, dan menggantungkan hidup pada sebuah lapak tepat di belakang mall Senayan City. Sehari-hari, Iwan mencari barang-barang bekas yang biasa kita sebut sampah. Hasil kerjanya inilah yang dia salurkan ke lapak di belakang mall mewah nan wangi tersebut. "Enggak seberapa, Mbak, yang penting cukup buat makan," kata Iwan, Rabu (20/6/2012).
Begitulah kehidupan yang dijalani Iwan. Dia tidak memikirkan untuk membeli baju bermerek mahal dan makan makanan enak. Bagi Iwan, yang terpenting hari ini dia bisa makan, dan besok mencari uang lagi buat makan. Sungguh sangat berbeda dengan pemandangan yang sering kita temui ketika mengunjungi berbagai mal di Jakarta, seperti Senayan City. Orang-orang kaya hilir mudik menggunakan kendaraan mewah kemana pun mereka pergi.
Kontradiksi ini melahirkan degradasi perhatian publik. Orang tidak lagi memperhatikan hal-hal yang sudah jauh berbeda dengan kehidupan yang dijalaninya. Satu yang penting diterapkan adalah kemawasan diri, agar kita bisa menemukan sebuah kesetaraan dalam hidup. Pemulung atau profesi apa pun yang sangat jauh bersinggungan dengan kehidupan dalam kota Jakarta ini tidak akan berkurang ataupun berhenti jika tidak ada tindakan tegas dari warga maupun pemerintah yang berwenang.
Gambaran sosial ini akan menjadi sebuah pekerjaan rumah untuk kota Jakarta yang akan menginjak usia 485 tahun, 22 Juni mendatang. Semakin bertambah usia, maka kota seharusnya semakin matang pula dibawa ke garis kemakmuran. Senayan pun akan menjadi sorotan yang lebih baik dan adil tanpa adanya ketimpangan sosial yang disembunyikan.
Penulis: Annisa Riris Saputri
Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta (UNJ)
Juara I Okezone Ngampus: Be The Real Okezone's Journalist(//rfa)