Duta Besar Amerika Serikat untuk ASEAN, David Carden, meminta publik jangan berprasangka buruk akan munculnya konflik antara China dan Amerika Serikat di Asia. Di era globalisasi ini, dua kekuatan itu justru saling bergantung dan berupaya menciptakan masa depan yang lebih baik di kawasan.
"Kadang kita terlalu sibuk berpikir, siapa yang menang dan yang kalah. Siapa yang benar dan yang salah. Ini bukan lagi era seperti 1965 atau 1975. Kita kini butuh satu sama lain," kata Carden dalam suatu diskusi terbuka mengenai hubungan AS dan ASEAN dengan sejumlah diplomat, mahasiswa, dan cendekiawan di Jakarta, 5 Maret 2012.
Mereka menyorot besarnya kekhawatiran publik atas rivalitas AS dan China di Asia Pasifik. Belakangan ini, China terus mengembangkan kemampuan militernya sedangkan AS sudah menyatakan Asia sebagai fokus keamanan terkini bagi Washington. Kedua negara pun saling kritik dengan kebijakan keamanan masing-masing di kawasan itu.
Namun, Carden ingin melihatnya dari sisi lain. Pada dasarnya, menurut dia, China dan AS justru juga kian padu dalam membentuk masa depan di kawasan Asia. "Kami ini dua negara yang bermitra, saling mengucapkan terima kasih dan bertukar pendapat satu sama lain," kata Carden.
Maka, diplomat yang sebelumnya berprofesi sebagai pengacara itu meminta publik jangan hanya melihat hubungan AS dan China dari segi potensi konfliknya saja. Dia melihat kecenderungan itu dengan mengambil soal isu ketegangan di Laut China Selatan.
"Orang-orang bertanya akan kemungkinan konflik di Laut China Selatan. Kami tidak perlu menjawab pertanyaan yang sifatnya baru menduga-duga," kata Carden.
Pengamat internasional dari The Habibie Center, Dr. Dewi Fortuna Anwar, juga mengingatkan bahwa era globalisasi ekonomi politik sekarang ini membuat hubungan internasional tidak lagi berpola kalah atau menang, yang dalam studi hubungan internasional kerap dikenal sebagai zero-sum game.
"Berkat perekonomiannya yang pesat dalam dua dekade terakhir, China kini menjadi pemain yang penting dalam tatanan global sehingga mengubah realita. AS pun masih punya kekuatan besar dalam pengembangan sumber daya manusia. Kedua faktor ini saling membutuhkan," kata Dewi Fortuna.
Berlangsung di Pusat Kebudayaan AS, @america, diskusi itu turut menampilkan mantan Sekretaris Jenderal ASEAN, Rodolvo Severino, dan Dr. Pavin Chachavalpongpun, editor buku "ASEAN-US Relations: What are the Talking Points?"
• VIVAnews